Kelompok ilmuwan dari Buletin Ilmuwan Atom (Bulletin of the Atomic Scientists) pada Selasa , 24 Januari 2023 menyetel Jam Kiamat itu pada 90 detik sampai tengah malam.
Durasi hitung mundur ini ialah yang terpendek sepanjang sejarah penciptaannya sejak 1947.
Jarum Jam Kiamat berdurasi paling usang dari tengah malam yaitu pada 1991, adalah 17 menit. Saat itu, pemerintahan Presiden George HW Bush menandatangani Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis dengan Uni Soviet.
Pada 2016, jam menjumlah mundur tiga menit sebelum tengah malam sebagai balasan janji nuklir Iran dan kesepakatan iklim Paris. Pada periode 2020 sampai 2022, jam disetel pada 100 detik sampai tengah malam.
Keputusan untuk meningkatkan waktu 10 detik tahun ini sebagian besar disebabkan oleh invasi Rusia ke Ukraina dan meningkatnya risiko eskalasi nuklir.
Invasi itu dianggap selaku ancaman berkelanjutan yang ditimbulkan oleh krisis iklim, serta runtuhnya norma dan institusi yang diharapkan untuk mengurangi risiko yang terkait dengan bahaya biologis mirip Covid-19.
“Kita hidup di abad ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan waktu Jam Kiamat mencerminkan realita itu,” kata Rachel Bronson, presiden dan CEO Buletin, dalam rilisnya.
Ia menerangkan mempercepat jam yakni keputusan yang tidak dianggap enteng oleh para andal. Pemerintah AS, sekutu NATO, dan Ukraina memiliki banyak susukan untuk berdialog.
“Kami mendesak para pemimpin untuk menjelajahi semuanya dengan kesanggupan penuh mereka untuk memutar balik Jam,” ujarnya.
Fungsi Jam Kiamat
Dikutip dari CNN, Buletin Ilmuwan Atom didirikan oleh sekelompok ilmuwan atom yang melakukan pekerjaan di Proyek Manhattan. Nama itu diambil dari aba-aba untuk pengembangan bom atom selama Perang Dunia II.
Awalnya, organisasi tersebut dibuat untuk mengukur bahaya nuklir. Pada 2007, Buletin menetapkan untuk memasukkan aspek perubahan iklim dalam perhitungannya.
Selama tiga perempat era terakhir, waktu jam sudah berganti sesuai dengan seberapa erat para ilmuwan percaya bahwa umat insan akan mengalami kehancuran total.
Jam Kiamat ditetapkan setiap tahun oleh para hebat di Dewan Sains dan Keamanan Buletin hasil konsultasi dengan Dewan yang mencakup 11 pemenang Nobel.
Buletin mengakui Jam Kiamat tidak dirancang untuk mengukur ancaman konkret soal kehancuran Bumi. Hal ini cuma dibentuk untuk mengakibatkan percakapan perihal topik ilmiah yang merepotkan mirip pergantian iklim.
Meski begitu, beberapa pakar mengkritik kegunaan jam berusia 75 tahun itu.
“Ini (Jam Kiamat) yaitu metafora yang tidak sempurna,” kata Michael E. Mann dari Departemen Ilmu Bumi dan Lingkungan di Pennsylvania University, AS.
Meski begitu, dia mengakui jam itu “tetap menjadi perangkat retoris penting yang mengingatkan kita, tahun demi tahun, tentang lemahnya keberadaan kita sekarang di planet ini.”
Eryn MacDonald, analis dari Union of Concerned Scientists di Global Security Program, menyampaikan Buletin membuat keputusan yang bijaksana setiap tahun perihal cara menarik perhatian orang ihwal bahaya yang ada dan tindakan yang diperlukan.
“Meskipun, saya berharap kita bisa kembali berbicara perihal menit hingga tengah malam, bukan detik, sayangnya itu tidak lagi mencerminkan realita,” katanya, terhadap CNN pada 2022.
Soal akurasi
Jam Kiamat diakui tidak dimaksudkan untuk mengukur bahaya positif terhadap Bumi. Buletin mengakui alat ini hanya untuk mengakibatkan percakapan dan mendorong keterlibatan publik dalam topik ilmiah mirip perubahan iklim dan pelucutan senjata nuklir.
Bronson menganggap Doomsday Clock berhasil bila bisa menuntaskan misi ini.
Pada diskusi konferensi iklim COP26 di Glasgow, Inggris, 2021, mantan Perdana Menteri Boris Johnson mengutip Jam Kiamat dikala mengatakan wacana krisis iklim yang sedang dihadapi dunia.
Bronson berharap orang-orang akan mendiskusikan apakah mereka oke dengan keputusan Buletin dan melakukan pembicaraan yang berfaedah wacana pendorong pergeseran itu.
“Kami di Buletin percaya bahwa karena insan membuat bahaya ini, kami mampu menguranginya,” kata Bronson.
Bronson mengakui itu tidak mudah sebab butuh kerja serius serta keterlibatan global di semua lapisan masyarakat.
Untuk menciptakan imbas nyata pada perubahan iklim, dia menyarankan pergantian kebiasaan sehari-hari penduduk . Misalnya, seberapa sering berlangsung dibanding mengemudi, meminimalkan kuliner yang terbuang, sampai mendaur ulang dengan benar.
(can/arh)