Ia menerangkan konten yang diminta untuk turun itu berkenaan dengan fenomena ‘ngemis online’ yang melibatkan lansia.
“Kita semua ada di TikTok 56 konten yang sudah di-takedown, Facebook 1, dan di Instagram 1,” kata di sela program Peluncuran Status Literasi Digital Indonesia 2022, Rabu, 1 Februari 2023.
Ia tak melarang kreator untuk meminta gift atau hadiah dikala live streaming. Namun tidak melibatkan kalangan lansia, disabilitas sampai anak di anak-anak.
“Jangan mengeksploitasi lansia, difabel dan anak-anak. Konten boleh aja penduduk inovatif, namun jangan mengeksploitasi dan mengorbankan dari lansia,” tuturnya.
Sebelumnya, booming konten siaran langsung di TikTok yang bertajuk ‘ngemis online’ lantaran berharap gift alias hadiah dari penonton. Salah satu yang menguras perhatian yakni konten mandi lansia.
TikTok mengaku telah mendapatkan undangan takedown untuk konten terkait ngemis online dari Kominfo.
“Kami sudah mendapatkan usul takedown dari Kominfo dan sudah melaksanakan tindakan yang sesuai,” ujar Perwakilan TikTok Indonesia terhadap CNNIndonesia.com, Kamis, 26 Januari 2023.
Pakar Komunikasi dari Universitas Padjadjaran Dandi Supriadi mengatakan TikTok harusnya bisa mencegah tren negatif dengan membuat algoritma tertentu. Ia mencontohkan Facebook dan YouTube yang secara otomatis memblokir konten yang tidak sesuai aturan perusahaan atau pemerintah.
“Menurut aku alangkah baiknya pihak platformnya sendiri punya algoritma yang menyaring hal-hal yang memiliki peluang meresahkan mirip itu,” kata Dandi terhadap CNNIndonesia.com lewat sambungan telepon, Selasa, 31 Januari 2023.
Lebih lanjut ia mengira ada problem saringan atau filter konten tertentu pada algoritma TikTok.
Algoritma merupakan suatu sistematis yang kerap digemari atau dicari pengguna sehingga menampilkan konten-konten yang sesuai dengan interest pengguna.
Singkatnya, platform media sosial menghidangkan konten yang tepat dengan preferensi pengguna, supaya pengguna bisa lebih lama memakai aplikasi.
Dandi melanjutkan di Facebook, contohnya, perusahaan memblokir obrolan soal radikalisme atau yang berhubungan dengan kalangan agama tertentu. Sementara, YouTube sangat selektif dengan konten yang tidak jelas hak ciptanya.