TEMUAN
Proyek Rusunawa Tebo Diduga Tak Kantongi IMB dan Melanggar Aturan

DETAIL.ID, Tebo – Proyek Rumah Susun Sewa (Rusunawa) di Kabupaten Tebo terus berpolemik dan jadi sorotan publik. Proyek menghabiskan anggaran belasan miliar yang dibangun pada tahun 2018 lalu, diduga tak kantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) serta melanggar banyak aturan.
Warga dan juga pemerhati lingkungan hidup dan kesehatan di Tebo, Mamat mengatakan proyek Rusunawa yang dibangun di kawasan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) STS Tebo, jelas-jelas tak kantongi IMB, jika memang ada IMB itu artinya sangat dipaksakan dan diakal-akali.
“Proyek Rusunawa dengan kamar yang jumlahnya sangat fantastis tersebut melanggar banyak aturan, mulai dari Tata Ruang, Peraturan Menteri Kesehatan, Menteri Lingkungan Hidup dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,” kata Bang Mamat sapaan akrab pria tambun ini.
Ia menjelaskan lokasi pembangunan yang tak layak dan tak memenuhi syarat Tata Ruang yakni lokasinya di belakang RSUD STS Tebo. Sementara masih banyak lokasi lain yang sangat layak, diduga proyek ini dikerjakan tanpa adanya perencanaan yang matang.
“Dana untuk perencanaan awal suatu proyek besar, tapi mengapa proyek semegah dan semahal itu dibangun di belakang rumah sakit. Tentu ini ada dugaan kongkalikong lahan,” ujar Bang Mamat.
Bukan hanya dugaan kongkalikong lahan, proyek belasan miliar ini juga dibangun tidak jauh dari lokasi Tempat Pembuangan Sampah (TPS) dan Limbah Rumah Sakit dan Tempat Pengolahan Bahan Berbahaya Beracun (B3) Rumah Sakit Umum Derah Tebo.
“Jarak pekarangan Rusunawa dengan TPS Limbah dan Tempat Pengolahan B3 RSUD Tebo sangat dekat berkisar antara 150 meter hingga 200 meter. Sedangkan sesuai dengan Permen PU, jaraknya Pemukiman dengan Lokasi pengolahan Limbah dan TPS minimal 500 meter,” ucap Bang Mamat yang sangat khawatir para penghuni Rusunawa terganggu kesehatannya.
Proyek Rusunawa yang dibangun setelah adanya TPS dan Pengolahan Limbah RSUD diduga juga melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup. Seharusnya sebelum membangun mega proyek Rusunawa, pihak dinas terkait harus melakukan pengecekan di lapangan dan memikirkan tentang AMDAL dan dampak Kesehatan Penghuni Rusunawa.
“Jika IMB-nya diterbitkan itu artinya semua ketentuan dan aturan yang berlaku telah dikangkangi oleh para penguasa dan pejabat dinas terkait di Tebo,” kata Mamat yang memastikan kalau proyek Rusunawa Tebo syarat dengan akal-akalan dan kongkalikong.
Sementara, dikutip dari jambiupdate.co, pembangunan Rusunawa di RSUD Tebo saat ini sudah selesai dilakukan. Walaupun telah selesai 100 persen, namun bangunan senilai Rp12 miliar itu belum juga diserah terimakan oleh pemerintah pusat ke pihak Pemkab Tebo.
Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Perkim, Riswan saat disambangi di ruang kerjanya. Dirinya mengatakan bahwa pihaknya masih menunggu serah terima dari perintah pusat terkait rusunawa.
“Kalau pembangunannya sudah selesai 100 persen, namun belum dilakukan serah terima dari pemerintah pusat ke Pemkab Tebo,” kata Riswan.
Setelah dilakukan serah terima nantinya, kata Riswan baru akan diurus IMB, SPPL serta Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan, setelah baru apakah akan diserahkan ke pihak RSUD Tebo atau tidak.
“Nanti juga kita akan urus dulu IMB, SPPL dan pengelolaan lingkungan, setelah itu baru dioperasikan,” ujar Riswan.
Ditanya mengenai penggunaan Rusunawa nantinya, Riswan mengatakan bahwa rencana awal merupakan tempat penginapan para medis dan juga bagi keluar pasien yang memerlukan tempat tinggal sementara. namun hal tersebu belum final karena saat ini masih dalam tahap menunggu diserahterimakan dulu ke Pemkab Tebo.
“Rencana awal memang untuk para medis dan keluarga pasien, kayak penginapan atau indekos gitu, tapi itu juga belum kita bahas, kita tunggu dulu kalau sudah diserahkan ke kita,” ucap Riswan.
Walaupun demikian, pihak Dinas Perkim Tebo kini juga tengah mendata para medis di RSUD Tebo yang berkeinginan untuk tinggal di rusunawa yang berdiri dalam kawasan RSUD Tebo tersebut.
“Kita juga tengah mendata para medis yang akan tinggal di sana, baru setelah itu kita siapkan ruang-ruangnya, dalam rusunawa tersebut juga kita pisahkan mana yang bagi keluarga pasien mana yang untuk para medis, dengan adanya rusunawa, kita berharap para medis yang sebelumnya tinggal jauh, bisa tinggal di rusunawa yang sangat dekat dengan rumah sakit sehingga kinerjanya juga bisa maksimal,” ujar Riswan. (DE 02/Sarbaini)
TEMUAN
Ada Oknum Pemilik RPK Diduga Timbun Beras di Rumah Lalu Jual Kembali di Atas HET ke Toko

DETAIL.ID, Jambi – Praktik culas oleh oknum rekanan Bulog Jambi yakni pemilik Rumah Pangan Kita (RPK) dalam distribusi pemasaran beras SPHP masih jadi persoalan pelik yang masih saja terjadi.
Jika secara regulasi atau perjanjian antara rekanan dengan Bulog Jambi, setiap RPK dibatasi untuk menjual dua sak atau 5 – 10 kg kepada setiap pembeli per hari, sesuai dengan HET yang telah ditentukan.
Temuan lapangan mengungkap bahwa terdapat praktik perdagangan beras SPHP yang dijual tidak sesuai peruntukan, sederhananya pemilik RPK yang tidak bertanggungjawab menjual kembali beras SPHP yang diperoleh dari Bulog, kepada toko secara ilegal.
“Beras itu disimpan di rumah baru dijual kepada (toko) penampungan, untuk dijual kembali dengan harga di luar ketentuan (HET). Itu modus operandinya. Bulog dalam hal ini harus ambil tindakan terhadap pemain nakal ini,” ujar sumber, yang meminta identitas dirahasiakan pada Selasa, 26 Agustus 2025.
Sebelumnya kasus penyelewengan beras SPHP diungkap oleh Sub Dit 1 Indagsi Ditreskrimsus Polda Jambi, dimana salah satu pemilik RPK, Rudi Setiawan ditangkap lantaran mengemas ulang beras SPHP Bulog pada karung polos dengan volume tertentu di Perumahan Bumi Citra Lestari, Kawasan Pal Merah, Kota Jambi.
Menurut Polisi, setidaknya Rudi telah berhasil menjual 1,4 ton beras SPHP tanpa label. Rudi pun disangkakan dengan Pasal Perlindungan Konsumen, sementara status RPK-nya langsung dicabut dan masuk daftar hitam Bulog.
Kepala Kanwil Bulog Jambi, Ali Ahmad Najih ketika dikonfirmasi saat rilis ungkap kasus bersama Ditreskrimsus di Polda Jambi, mengaku bahwa terdapat pengawasan dari pihaknya terhadap para rekanan atau RPK. Ia pun mengingatkan soal kesepakatan perjanjian antara mitra dengan Bulog.
“Ada (pengawasan). Ada, kita ada tim yang turun untuk memonitor ke lapangan,” ujar Aan, sapaan akrabnya.
Namun klaim tersebut dinilai masih meragukan, salah seorang warga menilai bahwa fungsi pengawasan dari Bulog Jambi belum berjalan maksimal. Hal itu jelas terlihat dari penjualan beras SPHP yang masih rawan manipulasi. Salah satu modus operandinya yakni tidak adanya kesesuaian antara izin lokasi toko yang didaftarkan. Beras disimpan SPHP yang dibeli dari Bulog disimpan dalam rumah, sebelum dipasarkan kembali.
“Jadi pertanyaan, pengawasan dari Bulog ini, pengawasan yang bagaimana?” ujar sumber tersebut.
Sementara Dir Reskrimsus Polda Jambi Kombes Pol Taufik Nurmandia bilang, bahwa terkait permasalahan beras SPHP baru Rudi seorang yang menyandang status tersangka.
“Untuk sementara masih dia sendiri. Untuk yang lain masih kita dalami,” katanya.
Reporter: Juan Ambarita
TEMUAN
Diduga Sarat Persekongkolan, Tender Pembangunan Ruang Kelas Baru SMPN Satu Atap 21 Merangin Diwarnai Sanggahan

DETAIL.ID, Merangin — Proses tender pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) di SMPN Satu Atap 21 Merangin dengan nilai HPS mencapai Rp 501.901.837 menuai polemik. Dari 4 peserta tender, CV Sebayang Indah Mandiri dinyatakan sebagai pemenang namun CV Beta Jaya melayangkan sanggahan resmi terhadap hasil evaluasi panitia.
Tender ini sebelumnya diikuti empat perusahaan yakni CV Putra Tunggal dengan penawaran Rp 448,3 juta, CV Putra Bintang Rp 463 juta, CV Beta Jaya Rp 466,6 juta dan CV Sebayang Indah Mandiri Rp 489,4 juta. Berdasarkan hasil evaluasi, panitia menetapkan CV Sebayang Indah Mandiri sebagai pemenang tender, disusul CV Beta Jaya di posisi kedua.
Namun CV Beta Jaya keberatan dengan keputusan panitia. Perusahaan tersebut menilai evaluasi Rencana Keselamatan Konstruksi (RKK) tidak sesuai prosedur.
“Penilaian RKK seharusnya hanya didasarkan pada indikator Ada atau Tidak Ada terhadap 5 elemen keselamatan meliputi; Kepemimpinan dan partisipasi pekerja, Perencanaan keselamatan, Dukungan keselamatan, Operasi keselamatan, dan Evaluasi kinerja keselamatan,” kata pihak CV Beta Jaya, dalam keterangan resminya pada Selasa, 26 Agustus 2025.
CV Beta Jaya menuding panitia tender melakukan kesalahan evaluasi, penyimpangan prosedur, hingga penyalahgunaan wewenang. Pihak-pihak yang disebut meliputi Pokja Pemilihan, Kepala UKPBJ, PPK, PA/KPA, bahkan kepala daerah.
Selain sanggahan, evaluasi panitia juga menemukan indikasi persekongkolan antara CV Putra Tunggal dan CV Putra Bintang. Keduanya menggunakan dump truck yang sama, tanpa melampirkan dokumen SILA hasil pemeriksaan dan pengujian dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Dokumen SILA milik CV Putra Bintang juga dinyatakan kedaluwarsa, karena pemeriksaan terakhir dilakukan pada April 2022.
Proses tender ini mengacu pada Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 dan Peraturan Presiden No 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Hingga saat ini, panitia tender belum memberikan pernyataan resmi terkait sanggahan yang diajukan oleh CV Beta Jaya.
Terakhir pihak CV Beta Jaya pun menekankan bahwa semua pihak berhak untuk dapat pelayanan publik yang baik sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dimana hal tersebut tak lain merupakan tanggung jawab yang melekat pada pihak Pokja sendiri.
“Sepertinya pihak pokja/pokmil tidak memahami tugas dan kewenangannya sehingga aturan dilanggar. Maka dari hal tersebut perlu kiranya mereka memahami arti dari equlity before the low (persamaan di hadapan hukum). Agar mereka mereka ini melek hukum,” katanya.
Reporter: Juan Ambarita
TEMUAN
Ditempatkan Sejak 12 Tahun Lalu, Transmigran Tanabang Ini Kini Hanya Dihuni 14 Kepala Keluarga

DETAIL.ID, Indralaya – Di sejumlah daerah, lokasi transmigrasi selalu menjadi idola, namun berbeda dengan lokasi transmigrasi yang satu ini. Setiap tahun jumlah transmigran yang tinggal justru berkurang. Ironisnya hingga kini hanya tersisa 14 Kepala Keluarga (KK).
Lokasinya berada di Desa Tanabang, Kecamatan Muara Kuang, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan. Orang menyebutkan Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Tanabang SP 2. Lokasi tersebut dihuni 2 tahap, tahun pertama pada tahun 2013 dan tahun kedua pada tahun 2016.
Salah satu warga UPT UPT Tanabang SP, Aqumuddin mengatakan dirinya berada di lokasi transmigrasi itu sejak tahun 2013. Ia datang bersama 100 KK dari warga asal Jawa Tengah, Indramayu, Jogja, DKI Jakarta dan warga asal pribumi Ogan Ilir.
Lalu pada tahap kedua pada tahun 2016 sebanyak 50 KK, sehingga total 150 KK. Namun ironisnya dari 150 KK itu kini hanya tersisa 14 KK.

Gerbang UPT Tanabang SP2, Kabupaten Ogan Ilir. (DETAIL/Suhanda)
Apa penyebabnya? “Tiap tahun jumlah warga berkurang, banyak warga yang meninggalkan lokasi karena pengaruh ekonomi. Bahkan pada tahap pertama, 100 rumah transmigrasi tidak ada sumur dan WC,” kata Aqumuddin belum lama ini.
Padahal, setiap KK mendapat total lahan 2 hektare. Masing-masing terdiri dari seperempat hektare lahan pekarangan dan rumah, lahan usaha I seluas 75 m X 100 m, lahan usaha II seluas 100 m X 100 m (1 hektare).
Tidak itu saja, selama 18 bulan warga mendapat beras, tergantung jumlah jiwa. Untuk orang dewasa/orang tua 7 kg beras, anak-anak 5 kg, minyak tanah/lampu 5 liter, ikan asin 5 kg, kecap manis 3 botol, kecap asin 2 botol, garam 5 bungkus (2,5 kg), gula pasir 3 kg, minyak sayur/makan 3 kg, kacang ijo 3 kg, per bulan.
Namun masalah ini belum terjawab sama sekali. Kepala Bidang Pengembangan Kawasan Transmigrasi Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Ogan Ilir, Awang dan Kepala Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Ogan Ilir, Erwin Marsani kompak enggan berkomentar.
“Saya belum bisa memberikan penjelasan. Akan kami pelajari dan laporkan ke Kepala Dinas Transmigrasi, mengingat Kepala Dinas juga baru, ujar Awang pada pertengahan Agustus 2025.
Begitu pula Erwin Marsani. “Terima kasih atas informasinya, namun belum bisa memberikan komentar, mengingat saya di Dinas Transmigrasi masih baru,” kata Erwin pada awal Agustus 2025.
Reporter: Suhanda