DETAIL.ID, Jambi – Harga sawit yang terjun bebas tidak terlepas dari larangan Ekspor Crude palm oil (CPO) oleh pemerintah. Banyak pabrik yang menumpuk CPO karena tidak laku terjual. Hal itu memicu penurunan harga TBS dari petani.
Presiden Joko Widodo telah membuka larangan ekspor tersebut pada hari Kamis 19 Mei 2022. Namun hal itu belum menjamin harga tetap stabil, karena harus menyesuaikan harga dengan pasar ekspor.
Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Prof. Dr. Ir. Dompak Mt Napitupulu, M.Sc. menyampaikan buah pemikiran agar hal itu dapat di atasi. Menurutnya, CPO yang tidak bisa di ekspor akhirnya menumpuk di pabrik kelapa sawit sedangkan pabrik tetap mengeluarkan biaya untuk penyimpanan.
Ia mengatakan sebaiknya Pemerintah membuat suatu kebijakan. Industri hilir yang ada di luar negeri ditarik ke Indonesia sehingga nilai tambah CPO tinggal di dalam negeri.
“CPO ini di Ekspor untuk dipakai sebagai bahan baku industri hilir di luar negeri. Saran saya kepada Pemerintah, sebaiknya menarik industri itu dengan membangun industri hilir berbahan baku CPO di Indonesia,” ujar Dompak Napitupu saat di wawancarai pada Kamis, 19 Mei 2022.
Ia menambahkan bahwa terdapat kekurangan mengenai perusahaan di Indonesia. Pemerintah belum menjamim ketersediaan tenaga kerja dengan kapasitas dan keinginan perusahaan. Ditambah lagi banyak perusahaan yang tidak mampu mengatur tenaga kerjanya.
“Selanjutnya bikin undang- undang atau kebijakan lagi. Supaya perusahaan itu memperoleh jaminan bahwa usahanya akan berjalan dengan dukungan tenaga kerja yang sesuai dengan permintaan pasar,” kata Dompak Napitupulu.
Reporter:Â Frangki Pasaribu
Discussion about this post