DETAIL.ID, Medan – Program pendidikan khusus akselerasi (percepatan) bagi peserta didik yang memiliki potensi cerdas istimewa dan/atau bakat istimewa (CI-BI) di Kota Medan mendapatkan sorotan tajam dari berbagai pihak.
Sebab, di program itu diduga menjadi sarang pungutan liar (pungli). Dugaan itu muncul berdasarkan keluhan masyarakat saat hendak mengikusertakan anak-anak mereka dalam program tersebut.
“Pengawasan langsung dari Pak Wali Kota Bobby Nasution ini sangat penting. Sebab, ada orang tua siswa yang mengeluhkan besarnya biaya yang harus disiapkan siswa untuk mengikuti seleksi Program Kelas Akselerasi tersebut,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar, kepada sejumlah media di Medan, Senin, 30 Mei 2022.
Abyadi Siregar tidak omong kosong terkait dugaan tersebut. Ia mengaku menerima konsultasi dari masyarakat terkait adanya satuan pendidikan dasar (sekolah) di Kota Medan yang membuka program kelas akselerasi.
“Yang menjadi persoalan yang dikeluhkan masyarakat orang tua siswa adalah, biaya pendaftaran seleksi program kelas akselerasi tersebut yang dinilai terlalu mahal,” ujar Abyadi.
Menurut keterangan orang tua siswa, lanjut Abyadi Siregar, sekolah negeri tersebut mematok biaya sebesar Rp 800 ribu untuk seleksi Program Kelas Akselerasi tersebut.
Jumlah itu diperuntukkan untuk tes psikologi sebesar Rp 300 ribu dan membayar tes STIFIn sebesar Rp 500 ribu.
Sebagai informasi, STIFIn adalah singkatan dari Sensing, Thinking, Intuiting, Feeling and Insting. Ini merupakan sebuah konsep untuk mengindentifikasi kecerdasan manusia berdasarkan sistem operasi otak yang dominan dan dapat diketahui dengan memindai sidik jari.
Menurut orang tua siswa, biaya ini terlalu memberatkan di tengah situasi ekonomi sekarang. Padahal, bila dibanding di sekolah swasta, biaya ini terlalu mahal.
Karena di sekolah swasta yang juga menerapkan Program Kelas Akselerasi (percepatan), menurut orang tua siswa, biaya pendaftarannya hanya Rp 150 ribu s/d Rp 200 ribu.
Karena itu, lanjut Abyadi, orang tua siswa itu memohon agar Ombudsman RI Perwakilan Sumut menindaklanjuti masalah ini.
Abyadi Siregar menyarankan, agar proses seleksi untuk masuk dalam program pendidikan akselerasi (percepatan) ini, merujuk pada PP Nomor 17 tahun 2010. Di pasal 135 ayat (3) disebutkan, bahwa program percepatan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki potensi CI-BI, dilakukan dengan persyaratan tes psikologi untuk mengukur bakat istimewa yang dimiliki calon siswa.
“Jadi, proses seleksi program kelas akselerasi itu, sebaiknya mengacu pada ketentuan dan peraturan. Jangan ditambah-tambah, seperti tes STIFIn yang justru berdampak pada penambahan biaya yang memberatkan orang tua siswa. Ketentuannya sudah jelas diatur dalam pasal ayat (3) pasal 135 PP No 17 tahun 2010,” kata Abyadi Siregar.
Dihapus Saja
Menurut Abyadi Siregar, ada beberapa alasan sehingga meminta Wali Kota mengawasi langsung Penyelenggaraan Program Pendidikan Khusus Akselerasi (percepatan) ini di Kota Medan. Selain terkait tingginya biaya seleksi, juga akibat pernah adanya wacana untuk menghapus program pendidikan akselerasi (percepatan) ini.
Wacana penghapusan program pendidikan akselerasi (percepatan) ini, lanjut Abyadi, dilontarkan Dirjen Pendidikan Menengah (Dikmen) Kemendikbud Achmad Jazidie pada 2014.
Dirjen Dikmen menjelaskan, bagi siswa yang memiliki potensi CI-BI, dapat mempercepat masa studi dengan mengikuti Sistem Kredit Semester (SKS), sebagaimana diatur dalam pasal 135 ayat (4) PP Nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Achmad Jazidie mengurai, ada dua alasan penutupan kelas tersebut. Pertama siswa CI-BI diharapkan dapat memberi manfaat kepada teman sekelasnya karena tidak berada di kelas eksklusif atau terpisah. Kedua, dengan SKS, tidak menutup kemungkinan mereka dapat mempercepat waktu belajarnya.
Sehubungan dengan itu, Abyadi Siregar mengingatkan, agar Pemko Medan jangan sampai menyelenggarakan program pendidikan yang justru sudah dihapus oleh pemerintah. Terlebih dengan menerapkan biaya yang memberatkan masyarakat.
“Saya kira, ini penting menjadi perhatian serius Pak Wali Kota,” kata Abyadi Siregar.
Abyadi Siregar menyarankan agar tes seleksi masuk program akselerasi (percepatan) itu, diserahkan kepada rumah sakit pemerintah. Kemudian, tidak perlu ada tes STIFIn. Dengan demikian, diharapkan biayanya akan bisa terjangkau orang tua siswa.
Kata dia, pasal 134 PP Nomor 17 tahun 2020 menyebutkan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi CI-BI, berfungsi mengembangkan potensi keunggulan peserta didik menjadi prestasi nyata sesuai karakteristik keistimewaannya.
Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi CI-BI, bertujuan mengaktualisasikan seluruh potensi keistimewaannya tanpa mengabaikan keseimbangan perkembangan kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, sosial, estetik, kinestetik, dan kecerdasan lain.
Reporter: Heno
Discussion about this post