Mengutip Reuters, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) turun US$1,82 atau setara 2,4 persen ke posisi US$74,29 per barel.
Sementara, harga minyak mentah berjangka Brent anjlok US$2,17 atau 2,4 persen ke level US$79,04 per barel.
Sebelumnya, The Fed menetapkan menaikkan suku bunga 50 bps pada Desember 2022. Kenaikan ini sejalan dengan inflasi AS yang masih di angka 7,1 persen atau jauh dari posisi wajar di kisaran 2 persen.
Kebijakan The Fed tersebut dibarengi oleh bank sentral negara-negara lain, seperti bank sentral Inggris dan Eropa. Keduanya kembali menaikkan suku bunga pola untuk melawan inflasi.
Namun, langkah ini malah menciptakan pasar cemas yang bakal mengakibatkan tekanan ekonomi lebih besar pada tahun depan, sehingga bahaya resesi semakin sukar dihindari.
“Pembicaraan seputar api unggun tiba-tiba berkembang menjadi ihwal kehancuran seruan (minyak) dalam menghadapi resesi,” kata Direktur Energi Berjangka di Mizuho Robert Yawger.
Di lain sisi, harga minyak Brent berjangka membukukan peningkatan Mingguan terbesar semenjak awal Oktober. Namun, kenaikan tersebut mengikuti kekalahan Mingguan terburuk semenjak Agustus untuk patokan minyak.
Sementara itu, Departemen Energi AS diklaim akan berbelanja 3 juta barel minyak mentah domestik untuk cadangan minyak strategis (SPR).
Jika benar, ini menjadi pembelian SPR pertama semenjak rekor pelepasan 180 juta barel tahun ini dari persediaan AS.
“Tidak jelas apakah pembelian kembali SPR ini ialah pengujian satu kali atau permulaan dari tren. Jika pembelian kembali satu kali, ini bukan sebuah kejadian,” kata Analis Minyak Kpler Matt Smith.