Padahal, data soal beras sangat menentukan proses pengambilan kebijakan, termasuk terkait impor.
“Kalau kita bicara yang paling akrab dengan kepentingan nasional kita yaitu soal pangan, pangan memiliki arti beras, begitu beras kita mau tanya kenapa kita impor dan kita jaga-jaga untuk impor, dan berapa bikinan, berapa yang ada di stok nasional, yang dipegang oleh Bulog, dan seterusnya,” kata Suharso dalam Grand Launching Portal Satu Data Indonesia di Jakarta Pusat, Jumat, 23 Desember 2022.
“Datanya hingga hari ini nggak ada yang satu, Pak Azwar Anas, nggak ada yang serupa, itu hebat, dari tahun ke tahun kita punya problem mirip ini,” tuturnya.
Suharso membandingkan data beras ini dengan data keuangan di Bank Indonesia. Ia menilai dengan terpusatnya data ini, maka pihak pengambil keputusan bisa menggunakannya dengan mudah.
Ia pun menyinggung bahwa saat ini tiap kementerian/forum dan pemerintah tempat mempunyai data masing-masing yang memiliki standar berlawanan. Sehingga, data-data tersebut tidak bisa dibandingkan sebab cara pembuatan dan pengumpulan yang berlainan.Bahkan, tuturnya, data milik pemda kerap tidak menyanggupi agregasi nasional.
Tak cuma soal data, Suharso juga menyentil kementerian, lembaga, dan pemda yang mempunyai segudang aplikasi tetapi tidak efektif.
“Kalau dilihat aplikasi Pemerintah Daerah itu hebat banyaknya, tapi berdasarkan saya itu hanya memperlihatkan, (hanya) show, tontonan, namun nggak efektif untuk pelayanan publik dilakukan. Padahal yang kita inginkan yaitu di atas (pelayanan publik) itu,” ujarnya.
Suharso menekankan ketika ini penting untuk melakukan integrasi semoga data pembangunan mampu valid dikala digunakan. Meskipun, tantangan yang dihadapi pun bermacam-macam, mulai dari proses pembuatan data tiap institusi berlawanan hingga ketiadaan metadata yang baku untuk memperlihatkan isu teladan arahan rujukan yang berbeda.
“Paling penting, membuat data pembangunan itu valid, kredibel, akurat, canggih, dan gampang diakses,” ujarnya.