Connect with us
Advertisement

PERKARA

Tolak Uang Rp500 Juta, Anak Brimob Kelahiran Poso Dapat Hadiah Istimewa

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Batanghari – Seorang anak Bintara Brimob dengan lantang menolak pemberian uang senilai Rp 500 juta kala bertugas di Jakarta belasan tahun silam. Kejujuran pria kelahiran Poso, Sulawesi Tengah, berbuah manis. Dia kini menjadi pemimpin seluruh Jaksa Provinsi Jambi.

“Ingat pesan Pak Jaksa Agung, jangan macam-macam menjalankan tugas. Tidak usah kita cari duit, kita sudah dibayar dan kita sudah dikasih duit sama negara. Rakyat sudah kasih duit melalui kita melalui gaji, baju dinas, sepatu dinas dan lain-lain. Tak usah lagi cari yang lain-lain,” kata Kajati Jambi Dr. Johanis Tanak, S.H., M.H saat memberikan arahan kepada Jaksa Batanghari, Kamis 22 Oktober 2020.

Didampingi Kejari Batanghari Dedy Priyo Handoyo, Johanis berujar agar seluruh Jaksa Jambi jangan cari masalah, sebab nanti tumbuh masalah baru akan menyesal. Kalau namanya jabatan, namanya uang, merupakan sebuah rejeki.

“Rejeki itu di tangan Tuhan, bukan di tangan kita. Hidup, maut, rejeki dan jodoh adalah hak prerogatif dari yang mahakuasa. Jadi kita enggak usah mikirin itu, kerja saja. Kalau mau ada rejeki, tidak lari dia, kalau ada rejeki tidak akan salah alamat,” ucapnya.

Johanis tak malu mengatakan bahwa dia orang kampung, tapi tidak kampungan. Maksud tidak kampungan dia bisa menempatkan diri dalam berkomunikasi dengan baik. Sehingga orang lain percaya bahwa apa yang dia sampaikan benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

“Pak Jaksa Agung selalu wanti-wanti jangan coba-coba macam-macam. Kata beliau, pernah gak saya minta uang sama kalian, sama Kajati, tidak pernah. Saya tanya Kajari, pernah tidak saya titip minta uang sama Kajari, tidak pernah. Para asisten juga demikian. Karena sudah kita ketahui bahwa rejeki itu datang dari Tuhan,” ujarnya.

Jaksa harus fokus bekerja karena yang menilai suatu pekerjaan bukan cuma pimpinan, tapi Tuhan juga menilai. Johanis terlahir sebagai anak polisi berpangkat Peltu (Pembantu Letnan Satu) yang memiliki anak 10. Meski begitu dia bersyukur bisa sarjana hingga menjadi seorang Jaksa.

“Orang tua saya bersyukur anaknya bisa sarjana semua, terus bisa kerja di Kejaksaan anaknya, bisa jadi Jenderal anaknya. Padahal anak kampung, anak lahir di daerah teroris, di Poso, pada saat Bapak saya Brimob tugas di sana,” katanya.

“Siapa yang saya andalkan di Kejaksaan, tidak ada. Karena yang saya andalkan cuma Tuhan. Kajari ini tahu dengan saya karena sama-sama di Kejagung. Dari III B sampai IV B pada Bidang Datun yang tidak mau ditengok orang 13 tahun berturut,” ujarnya.

Menurut Johanis, selaku Jaksa dia hanya fokus bekerja, menderita hal biasa asal cukup makan. Istilahnya begini, kalau mampu beli empek-empek, ya beli empek-empek saja, mengapa mau beli roti bolu. Selama 13 tahun berturut dia di Kejagung tidak pernah ada masalah dan selalu tenang bekerja.

“Kalau dihitung paling lama saya 20 tahun di Kejagung itu, di Bidang Datun. Anak saya bisa sekolah, yang ini bisa jadi pilot, kakaknya bisa jadi dokter. Jadi tidak ada yang kita perlu takut, mereka punya rejeki sendiri juga,” ucapnya.

Dia mengaku mendapat telpon langsung dari Jaksa Agung sehari sebelum melakukan kunjungan ke Kejari Batanghari. Dalam percakapan itu, Jaksa Agung cuma bilang agar mengingatkan teman-teman Jaksa untuk tidak macam-macam.

“Pak Jaksa Agung punya kampung disini, 17 tahun belia disini. Jadi kalian mau bikin apa saja, beliau langsung ada laporan, nyampe cepat itu. Karena bapak Jaksa Agung orang dari sini, maka hati-hati teman-teman. Kalian sudah dengarkan Kajati Sumatera Barat tak tahu angin apa, langsung copot,” ucapnya.

Nasib serupa juga dialami Kajati Papua Barat yang begitu jauh pun di copot. Kajati Maluku Utara cuma enam bulan atau lima bulan langsung copot. Hal ini bukti bahwa Jaksa Agung serius menegakkan hukum dan membantu Presiden dalam menjalankan tugas-tugas penegakan hukum dan kemudian tidak mempersulit orang.

“Jadi saya cuma mengingatkan kembali, saya cuma meneruskan perintah Pak Jaksa Agung supaya jangan macam-macam dalam melaksanakan tugas. Kita terima uang Rp10 juta, Rp50 juta, Rp500 juta hari ini tidak ada apa-apanya,” katanya.

Uang senilai Rp1 miliar diterima dalam tempo tak terlalu lama, uang itu harus kembali lagi. Kenapa demikian, kata Johanis, terlalu mudah dunia tanpa batas memberi informasi. Begitu hari ini dapat langsung mengudara secara online.

“Si Bapak Kasi ini, telah menerima ini katanya, mati dibaca dunia tanpa batas. Dari sini kita bisa baca perkembangan di Amerika dan di negara lain, apalagi cuma Indonesia. Baru terima Rp1 M, sudah diambil. Sudah diambil uangnya, diambil orangnya dan ditahan orangnya. Coba pikir, tolong dipikir, kira-kira kalian kerja sampai dengan pensiun, hitungan gaji saja, dapat tidak Rp1 M? Jawabannya lebih,” ucapnya.

Johanis mengaku sudah berhitung ketika dia menangani satu perkara di Jakarta. Demi Tuhan dia mengaku diberikan uang senilai Rp500 juta namun dia tolak. Kala itu harga mobil Kijang mencapai Rp50 juta, berarti dia dapat 10 mobil.

“Demi Tuhan tidak saya ambil. Karena saya sudah berhitung, saya Jaksa, saya Penyidik, saya biasa menyita, biasa menahan berbagai perkara. Kalau ini diambil kemudian bocor, ketahuan, tentu uang itu disita sebagai barang bukti. Kemudian badan kita disita, dititip di kerangkeng. Amit-amit hei, kita biasa tahan orang malah kita yang ditahan. Dititiplah badan kita, diproses,” ujarnya.

Menurut undang-undang kejaksaan, kata dia, Jaksa yang melakukan tindak pidana dan dihukum tiga bulan, hukumannya pecat. Kalau dipecat, berarti piring nasi Jaksa habis dan kembali ke masyarakat mulai menjadi nol.

“Jadi ini tolong direnung-renung, dipikir-pikir. Cukup saja dengan apa yang kita miliki. Kalau cuma punya pisang, makan pisang lah, tidak akan mati juga. Orang di NTT cuma makan singkong bisa hidup. Orang NTT cuma makan singkong tapi bisa jadi Gubernur Bank Indonesia,” katanya.

Hal terpenting bagi Jaksa adalah jangan merasa pusing melihat Kasi Pidsus banyak uang, Kasi Intel banyak uang. Lebih baik saling bantu ketimbang menebar rasa cemburu. Baik-baik saja dalam pergaulan sesama Jaksa agar tak ada rasa sakit hati dan dosa.

“Kalau dia banyak duit, kita baik-baik saja sama dia, Insya Allah dia kasih sama kita. Tapi kalau kita benci-benci, tak ada dia kasih kita. Baik-baik lah dalam bekerja. Kapan kita mau melakukan itu kalau bukan sekarang. Saya mohon maaf kalau penyampaian saya keliru, yang jelas saya menyampaikan ini sesuai perintah Jaksa Agung dan saya sependapat dengan perintah itu,” ucapnya.

PERKARA

Laporan Buruh Sawit Berproses di Polres Tebo, Kuasa Hukum Berharap Profesionalitas Aparat

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Laporan seorang buruh sawit yakni Eri yang diduga mengalami pengancaman dan perampasan truk bermuatan sawit yang dilakukan oleh Heri dan Rustam dengan membawa beberapa warga, beberapa waktu lalu, kini berproses di Polres Tebo.

Kasat Reskrim Polres Tebo Iptu Rimhot Nainggolan ketika dikonfirmasi menyampaikan bahwa laporan kini sedang diproses. Namun Nainggolan, masih enggan untuk berkomentar lebih lanjut.

“Ini masih kita proses,” ujar Iptu Nainggolan pada Jumat kemarin, 28 November 2025.

Menurut Kasat Reskrim Polres Tebo itu, sejauh ini kasus yang dilaporkan oleh Eri merupakan perkara pengancaman. Soal laporan itu pihak penyidik kepolisian masih mendalami kasusnya.

Disisi lain, kuasa hukum pelapor M Azri berharap agar Polres Tebo mengusut tuntas kasus yang dilaporkan oleh kliennya. Menurutnya dalam hal ini kleinnya telah jelas-jelas mengalami intimidasi, pengancaman, hingga perampasan kendaraan bermuatan TBS yang baru dipanen, atas lahan yang sudah lama dimenangkan lewat jalur peradilan.

“Kita berharap profesionalitas pihak Kepolisian lah, ini jelas. Kita punya alas hak. Kalau mereka memang merasa itu lahan mereka, kenapa enggak digugat dari dulu, yang jelas dasar hukum kami menguasai lahan tersebut adalah putusan pengadilan yang telah inkrah dan sudah dieksekusi sesuai dengan aturan hukum yang berlaku” katanya.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Dilaporkan ke Polisi, Amin Lok Klaim Tak Tau Menau Soal Dugaan Perampasan Truk Bermuatan TBS

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Mantan Dewan Provinsi Jambi, Muhammad Amin alias Amin Lok, sosok yang diduga sebagai dalang dibalik dugaan perampasan kendaraan bermuatan TBS di Desa Kunangan, Tebo Ilir, Kabupaten Tebo beberapa waktu lalu, Kamis, 27 November 2025, membantah keterlibatan dirinya.

Ketika dikonfirmasi, Amin Lok membantah bahwa dirinya yang memerintahkan Heri dan Rustam serta puluhan warga Teluk Rendah Pasar untuk mencegat dan merampas kendaraan bermuatan TBS, yang baru dipanen oleh pihak pemilik lahan.

“Urusan itu saya belom juga tau. Karena saya tak di lapang ikut urusan itu.
Memang ada yang hp saya masalah urusan di kebun, saya sarankan selesaikan lah di lapangan,” kata M Amin yang akrab disapa Amin Lok, lewat WhatsApp, Jumat, 28 November 2025.

Lagi-lagi, dugaan perampasan kendaraan bermuatan TBS yang berujung ditinggalkan oleh para warga di tengah jalan dibantah oleh Amin Lok.

“Tapi cerita itu sampai di polsek mobil itu saya juga tak ngerti,” ujarnya.

Disinggung kembali soal perintah kepada sejumlah warga untuk merampas kendaraan bermuatan TBS itu, Amin Lok bertanya balik. “Bukan, memerintahkan apa,” katanya.

Mantan Anggota DPRD Provinsi Jambi tersebut mengklaim, bahwa para warga yang berada di TKP saat itu merasa punya lahan di wilayah Teluk Rendah Pasar. Ia pun menilai wajar, jika mereka mempertanyakan si pemilik lahan yakni Japar, punya lahan dimana dan beli dari siapa?

Klaim Amin Lok, berlanjut bahwa sebelumnya pernah ada kesepakatan antara sejumlah pihak yang disaksikan oleh Babinsa agar lahan yang sedang kisruh tersebut jangan dipanen sebelum diselesaikan.

“Yang merampas TBS siapa, yang muat TBS merekalah ke mobil. Info supaya jelas penyelesainnya mereka bawa ke polsek tapi mobilnya, masuk angin (mogok) tak jadi, yang ngantar mobil ke Polsek saya tak tau juga,” katanya.

Namun dengan semua klaim Amin Lok, korban yakni Eri sudah bikin laporan resmi di Polres Tebo. Kasus dugaan perampasan disertai intimidasi kini tengah bergulir ditangan Polisi.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Sawit Dirampas dari Buruh Panen, Diduga Didalangi Oknum Mantan Dewan Provinsi Jambi

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Eri, seorang buruh panen sawit di Desa Kunangan, Tebo Ilir, Kabupaten Tebo jadi korban intimidasi dan perampasan Tandan Buah Segar (TBS) sawit hasil panen oleh sejumlah massa yang mengaku warga Desa Teluk Rendah Pasar, diduga atas perintah mantan anggota DPRD Provinsi Jambi pada Senin sore, 24 November 2025.

Padahal ia hanyalah buruh panen yang bekerja atas dasar perintah si pemilik lahan. Tak terima, Eri lantas melaporkan peristiwa tersebut ke Polres Tebo malam harinya yang teregister dengan Nomor: STBPP/226/XI/2025/SPKT/Polres Tebo Polda Jambi.

“Jadi kejadiannya, waktu saya manen di kebun sore itu, dan membawa hasil TBS untuk dijual ke loading sawit. Tiba-tiba saat di pertengahan jalan saya diadang dan dikerumuni massa ada sekitar 40 orang. Ada yang namanya Heri dan Rustam. Mereka nanya, siapa yang nyuruh kamu. Ini kan lahan Teluk Rendah,” ujar Eri.

Di bawah tekanan massa, Eri pun menyampaikan bahwa ia hanya pekerja yang tidak paham masalah surat-surat atau dokumen lahan. Namun salah seorang yang bernama Heri, malah terus-menerus mengintimidasi pelapor.

“Orang tuo ni nak mati, banyak nian cerito, buah ni kami bawa ke Teluk Rendah,” ujar Eri, menirukan perkataan Heri padanya.

Heri dan Rustam, ujungnya diduga merampas hasil panen Eri, berupa 1 unit truk PS berisi TBS dengan cara menyuruh Eri membawa mobil dan mereka giring menuju Teluk Rendah.

Sebelumnya beberapa saat usai mengintimidasi, Rustam menyerahkan handphone yang sudah tersambung dengan seseorang yang mengaku bernama Amin Lok. Sosok yang diduga sebagai otak dari pengerahan massa dan perampasan TBS hasil panen Eri.

Menurut Eri, awalnya Amin Lok mempertanyakan identitas Eri. Mendengar penjelasannya, Amin Lok, kata Eri mengatakan agar kisruh tersebut diselesaikan di lapangan, lantaran dirinya sedang berada di Palembang.

Massa akhirnya menggiring buah beserta kendaraan menuju ke Teluk Rendah. Namun saat posisi di tengah jalan dan kondisi agak ramai, korban memberhentikan mobilnya lalu lari menyelamatkan diri menuju Polres Tebo untuk melaporkan kejadian perampasan tersebut.

Anehnya, pasca Eri melapor ke Polres Tebo, dirinya malah diminta untuk menjemput kembali truk dan TBS yang sudah dirampas tersebut oleh penyidik ke tempat kejadian perkara.

Sementara itu kuasa hukum Eri, yakni Dr. Muhammad Azri, S.H, M.H merasa sangat kecewa dengan kinerja penyidik Polres Tebo. Menurut dia, seharusnya penyidik setelah menerima laporan pengaduan, melakukan investigasi turun ke TKP dan mengamankan mobil yang bermuatan TBS tersebut agar dijadikan barang bukti.

“Karena berdasarkan kronologis dari pelapor jelas, niat terlapor adalah melakukan perampasan dengan niat ingin menguasai hasil panen TBS dari korban, bukan sekadar pidana pengancaman,” ujar Azri.

Kini, menurut Azri, dirinya sedang berkoordinasi dengan pihak korban. Jika kinerja penyidik tidak profesional maka pihaknya akan melaporkan penyidik ke Propam Polda Jambi.

Sampai saat ini kisruh perampasan truk berisi TBS ini masih terus menarik perhatian. Awak media masih berupaya menghimpun informasi lebih lanjut dari berbagai pihak terkait.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement Advertisement
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs