Connect with us
Advertisement

PERKARA

PNS di Garut dan Dua Pengusaha Jadi Tersangka Kasus Pembangunan Pasar

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jawa Barat – Seorang pegawai negeri sipil (PNS) Pemerintah Kabupaten Garut ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat bersama dua orang pengusaha. Mereka ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan kasus pembangunan pasar Leles, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut.

Bupati Garut, Rudy Gunawan membenarkan adanya seorang PNS dan dua pengusaha dalam pembangunan pasar Leles menjadi tersangka dalam pembangunan pasar Leles.

“Iya benar ada PNS berinisial R yang sudah dijadikan tersangka atas kasus pembangunan Pasar Leles,” katanya, Minggu 21 Februari 2021.

Dia mengaku sangat kecewa dalam proses pembangunan pasar Leles karena rupanya dimainkan oleh mafia proyek. Hal tersebut ia ungkapkan karena kedua pengusaha yang ditetapkan sebagai tersangka diketahui hanyalah subkontraktor.

“Jadi pembangunan Pasar Leles tak dikerjakan oleh pemenang lelang sejak awal. Pemenang lelang menyerahkan pembangunan ke subkontraktor. Ini yang harus kita kejar, orang Garut kejar, saya pun akan kejar tidak boleh kejadian kasus Pasar Leles terulang,” ungkapnya.

Walau kedua orang pengusaha yang berposisi sebagai subkontraktor itu ditetapkan sebagai tersangka, menurut Rudy hingga saat ini pemilik perusahaan pemenang lelang tidak ditetapkan sebagai tersangka. Padahal pasar yang berada di akses utama dari Bandung itu menggunakan anggaran pemerintah sebesar Rp 24 miliar di tahun 2018.

Pembangunan pasar Leles diketahui dimulai pada Oktober 2018. Namun di awal pembangunannya di akhir 2018 muncul masalah, dimana konstruksinya sempat ambruk dan pengerjaan pun sempat dihentikan sementara.

Rencananya, pasar tersebut seharusnya selesai di tahun 2019. Bahkan Rudy pun sempat menjanjikan kepada para pedagang dengan menyebut pembangunan pasar akan selesai 15 hari sebelum hari raya Idul Fitri. Namun rupanya pembangunannya tidak sesuai rencana dan pemborong pun didenda.

Ditetapkannya tiga orang sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, dijelaskan Rudy, hal tersebut dikarenakan ditemukannya kerugian Negara dalam proses pembangunan pasar itu. “Sebenarnya denda Rp 800 juta itu sudah dibayarkan sesuai rekomendasi dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Cuma memang ada keterlambatan pembayaran yang melebihi 60 hari,” jelasnya.

Bupati Garut Tantang Kejati Jabar

Proyek pembangunan pasar Leles, diakui Bupati merusak intra baik Kabupaten Garut. Oleh karena itu ia pun menantang Kejaksaan Tinggi Jawa Barat untuk mengejar pemenang lelang. Tantangan itu dilontarkannya karena dua orang pengusaha yang menjadi tersangka adalah subkontraktor.

Menurutnya, seharusnya Kejati Jabar mengejar pemenang lelang proyek pembangunan Pasar Leles. Hal itu dikarenakan pemenang lelang dianggap sudah menyalahi kesepakatan saat memberikan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan kepada subkontraktor.

“Kami kan tetapkan yang menang lelang si A, tapi dikerjakan sama si B. Hanya B yang jadi tersangka, kenapa si A sebagai pemenang lelang tidak jadi tersangka. Kejar si A (pemenang lelang) dong supaya ada efek jera, supaya tidak meminjamkan perusahaan di Garut. Kejaksaan itu harus beri dampak pembangunan ke depan. Kejar saja kenapa beri kuasa itu,” ungkapnya.

Sebetulnya, kata Bupati, kerugian Negara sebesar Rp 800 juta itu sudah dikembalikan kepada Negara, namun pengembaliannya melebihi batas waktu 60 hari. Kerugian Negara itu menurutnya dikembalikan oleh PPK (pejabat pembuat komitmen), bukan pemborongnya.

“Kasihan PPKnya, PPKnya sudah bener lah,” katanya.

Ia mempersilahkan kalau pihak kejaksaan akan membongkar sampai tuntas kasus pembangunan Pasar Leles. Hal itu ia lakukan karena merasa nama baik Garut menjadi tercemar karena pemborong pasar Leles tidak juga menyelesaikan pekerjaannya.

“Saya ingin kontraktornya dikejar juga. Pada waktu di ULP (unit layanan pengadaan) yang datang pengusaha aslinya,” tutup Bupati.

PERKARA

Vonis Rendahan Bikin Heran! Aktivis Segera Lapor JPU Kejari Tebo yang Tangani Perkara Pasar Tanjung Bungur ke Jamwas Kejagung

DETAIL.ID

Published

on

Jambi – Vonis rendah terhadap 7 terdakwa korupsi pasar Tanjung Bungur TA 2023, Muara Tebo jadi sorotan salah satu aktivis yang tergabung dalam Aliansi GERAM (Gerakan Rakyat Menggugat) yakni Afriansyah. Dia mengaku heran dengan vonis rendah yang beriringan dengan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tebo.

Dimana dalam tuntutan atas perkara korupsi yang merugikan keuangan negara mencapai Rp 1.061.233.105,09 tersebut, JPU Kejari Tebo menuntut ke-7 terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 5 bulan. Yang kemudian divonis lebih rendah oleh Majelis Hakim PN Tipikor Jambi.

“Sangat bertentangan dengan Pedoman Jaksa Agung nomor 1 tahun 2019 tentang tuntutan pidana perkara tindak pidana korupsi. Seharusnya minimal JPU menuntut 4 tahun,” kata Afriansyah, Rabu 17 September 2025.

Kalau mengacu pada Pedoman Jaksa Agung nomor 1 tahun 2019 tentang tuntutan pidana perkara tindak pidana korupsi, yang dimaksudkan jadi acuan penuntut umum dalam menentukan tuntutan pidana perkara korupsi dengan tetap memperhatikan prinsip keadilan dan kemanfaatan.

Terdakwa dituntut dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 7 tahun, tergantung pada persentase pengembalian kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh terdakwa, untuk kategori kerugian keuangan negara Rp 750 juta hingga Rp 1 Milliar.

Afriansyah pun menyayangkan minimnya hasil dari proses hukum atas perkara korupsi Pasar Tanjung Bungur senilai Rp 1.061.233.105,09 yang digarap oleh Kejari Tebo.

“Ya kalau seperti ini, gimana Tebo mau bersih dari praktik Korupsi?” ujarnya.

Sebagai bentuk dukungan terhadap pemerintahan yang bersih dari korupsi,  sosok aktifis ini pun mengaku akan segera melaporkan oknum-oknum JPU Kejari Tebo yang menyidangkan perkara ini pada Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung.

“Segera kita laporkan, ini sebagai bentuk perjuangan kita menekan angka korupsi di kampung halaman kita Kabupaten Tebo,” katanya.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Tujuh Terdakwa Korupsi Pasar Tanjung Bungur Divonis 1 Tahunan

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Tujuh terdakwa perkara korupsi pembangunan Pasar Tanjung Bungur TA 2023 di Muara Tebo akhirnya menjalani sidang putusan di PN Jambi pada Rabu, 17 Desember 2025.

Dalam perkara korupsi yang menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp Rp 1.061.233.105,09 sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Majelis Hakim berpendapat bahwa para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

Telah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan sebagaimana dakwaan subsidair penuntut umum, Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Nurhasanah, selaku Pengguna Anggaran (PA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang menjabat Kadis Perindagnaker pada perkara ini divonis selama 1 tahun penjara, dengan denda Rp 50 juta subsidair 1 bulan kurungan penjara.

Kemudian, Edy Sopyan selaku Pejabat Pembuat Surat Perintah Membayar (PPSPM) yang menjabat Kabid Perdagangan, divonis 1 tahun 3 bulan serta denda Rp 50 juta subsidair 1 bulan.

Vonis serupa juga dijatuhkan majelis hakim pada Rahmad Solihin selaku pihak yang menerima pengalihan pekerjaan dari pelaksana CV Karya Putra Bungsu. Namun Rahmad juga dikenai pidana tambahan berupa uang pengganti senilai Rp 417 juta.

Dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan dalam 1 bulan setelah perkara ini berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa untuk memulihkan kerugian keuangan negara. Jika harta benda tidak mencukupi maka diganjar dengan pidana penjara 8 bulan.

Sementara Dhiya Ulhaq Saputra, selaku Direktur CV Karya Putra Bungsu divonis 1 tahun dengan denda Rp 50 juta, subsidair 1 bulan. Dengan pidana tambahan berupa denda sebesar Rp 36 juta, subsider 2 bulan.

Adapun 3 terdakwa lainnya, yakni Paul Sumarsono, Haryadi, dan Harmunis juga mendapat vonis serupa. Terdakwa Haryadi mendapat pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 29 juta subsidair 1 bulan. Sementara Harmunis dapat pidana pengganti terbesar yakni Rp 578 juta subsidair 3 bulan.

“Saudara semua punya hak untuk pikir-pikir selama 7 hari, apakah menerima atau mengajukan banding,” ujar Ketua Majelis Hakim, Syafrizal Fakhmi, usai membacakan putusan.

Terhadap putusan tersebut para terdakwa ada yang menerima, juga ada yang menyatakan pikir-pikir. Sementara JPU Kejari Tebo, menyatakan pikir-pikir atas putusan para terdakwa tersebut.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Sidang Perdana Thawaf Aly Ricuh, Kuasa Hukum Ajukan Keberatan Atas Bukti Nihil

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Muara Sabak – Sidang perdana perkara pidana dengan terdakwa Thawaf Aly digelar di Pengadilan Negeri Sabak pada Rabu, 17 Desember 2025. sidang berupa pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sabak.

JPU Kamila Delima dalam dakwaannya menjerat Thawaf Aly dengan Pasal 363 ayat 1 ke-4 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencurian dengan pemberatan. Selain itu, JPU juga menyusun dakwaan alternatif Pasal 480 ayat 1 dan 2 KUHP.

Thawaf Aly dikenal sebagai aktivis petani yang telah lama mendampingi masyarakat dalam konflik agraria, baik di sektor kehutanan maupun non-kehutanan.

Dalam persidangan tersebut, terdakwa didampingi oleh 13 orang pengacara, di antaranya pengacara senior Suratno bersama Agus Elfandri dan tim.

Sidang sempat berlangsung ricuh usai JPU membacakan dakwaan. Tim kuasa hukum terdakwa menyampaikan keberatan karena menilai persidangan tidak didukung bukti yang jelas.

“Sidang sudah dibuka oleh Hakim Ketua, namun kami belum melihat bukti berupa sporadik atau Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Sucipto atau ayahnya, Hary Chandra, yang seharusnya diunggah di sistem E-Berpadu,” ujar Ihsan, SH.

Keberatan tersebut diperkuat oleh R Siregar yang menyatakan bahwa tanpa kehadiran bukti surat, persidangan menjadi tidak jelas dan tidak terang.

Sementara itu, Azhari secara tegas menyatakan bahwa sidang seharusnya tidak dapat dilanjutkan. Ia merujuk pada informasi dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jambi dalam perkara nomor 111/Pid.B/2025/PN-PJT yang mencantumkan status barang bukti nihil.

“Jika barang bukti nihil, maka saksi tidak bisa mengidentifikasi atau melihat apa pun. Untuk itu, sidang ini seharusnya dihentikan,” ujar Azhari.

Menanggapi perdebatan tersebut, majelis hakim memutuskan agar seluruh keberatan dan dalil dari tim kuasa hukum dituangkan secara resmi dalam nota eksepsi. Sidang kemudian ditunda dan akan dilanjutkan pada Selasa, 13 Januari 2026, dengan agenda pembacaan eksepsi dari pihak terdakwa.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement Advertisement
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs