Geminid yakni hujan meteor yang titik radiannya terletak di konstelasi Gemini. Pada tahun ini, hujan meteor ini aktif pada 4-17 Desember, berintensitas maksimum 120 meteor per jam ketika momen puncak pada 15 Desember.
Meteor ini dapat disaksikan di seluruh Indonesia dari arah timur maritim semenjak 8 Desember pukul 20.15 waktu setempat sampai meredup di arah barat bahari sebelum Matahari terbit.
Dilansir dari Instagram Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa (ORPA) BRIN, intensitas meteor di Indonesia dikala momen puncaknya yakni 108-134 meteor per jam.
Lebih banyak meteor dari hujan Geminid akan terlihat ketika titik radian suatu wilayah berada di atas cakrawala, dengan jumlah meteor yang meningkat seiring dengan naiknya titik ini di langit.
Bagi para astronom di New York City, dikutip dari LiveScience, Geminid akan terlihat sekitar pukul 17.32Ā EST (05.32Ā WIB) setiap malam. Titik tertingginya sekitar pukul 02.00 ESTĀ (14.00 WIB) pada 15 Desember.
Hujan meteor terjadi dikala Bumi dalam perjalanan tahunannya mengelilingi Matahari melewati wilayah puing yang ditinggalkan oleh komet atau asteroid.
Puing-puing ini memasuki atmosfer planet kita dengan kecepatan tinggi dan terbakar membuat garis-garis cahaya dan sesekali bola api jelas yang diciptakan oleh bongkahan material yang lebih besar.
Hujan meteor Geminid sendiri berasal dari puing-puing yang ditinggalkan oleh asteroid atau kemungkinan ‘komet batu’ 3200 Phaethon yang dilalui Bumi setiap Desember. Batuan antariksa selebar 5,8 kilometer ini berada lebih akrab ke Matahari ketimbang asteroid mana pun.
Puing-puing dari kawasan ini disebut aneh karena walaupun 3200 Phaethon berisikan batu (seperti asteroid), namun dia menjadi terang ketika mendekati Matahari yang mirip dengan sikap komet, bukan asteroid.
Komet biasanya memiliki sifat mirip ini ketika materi es di dalamnya secepatnya berubah dari padat menjadi gas karena panas Matahari, atau suatu proses yang disebut sublimasi.